Tasikmalaya Siap Jadi Lumbung Padi Organik
Petani Padi Organik Harapkan Denpam Area
TASIKMALAYA, (PR).--
Pemerintah hingga saat ini belum bisa memfasilitasi harapan petani untuk membangun denpam area (lahan percontohan dengan skala besar-red) dalam upayanya mengembangkan tanaman organik di Tasikmalaya. Padahal, kehadiran denpam selain akan mendongkrak posisi tawar petani, penerapan teknologi pertanian itu juga akan semakin luas.
Hal itu dikatakan Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kab. Tasikmalaya, H. Saeful Bachri. Menurutnya dengan adanya denpam, petani yang semula masih mengolah sawahnya dengan menggunakan pupuk an-organik akan terpacu untuk menggunakan pupuk organik dalam menanam padi organik.
Ia optimis Tasikmalaya bisa menjadi daerah lumbung padi organik terbesar di Jabar. Dasarnya, selain merupakan salah satu penggagas tanaman itu, sejak dicanangkan budidaya tanaman organik pada tahun 2003, jumlah petani yang mengolah jenis padi itu semakin bertambah.
Sampai tahun 2005 ini, dari lahan seluas 45.000 ha sebanyak 160 ha lahan sudah menanam padi organik. "Pada tahun 2003, saat awal pencanangan, petani yang menggarap padi organik hanya 3 ha saja. Tetapi kemudian bertambah menjadi 160 ha yang tersebar di 34 kecamatan," imbuhnya.
Menurutnya banyaknya peminat pada tanaman itu, mengingat produksi yang bisa dihasilkan sangat menggembirakan dari satu hektare bisa memproduksi 7 ton. Kondisi itu tentunya menarik petani untuk pembudidayaan padi organik. Akan tetapi hal ini kurang sepenuhnya didukung oleh pemerintah dan dinas terkait.
Selain tidak terbangunnya denpam, sambung Saeful, arah kebijakan yang diambil oleh dinas peternakan dalam mendukung pertanian organik dirasakannya masih belum sejalan. Padahal, program-program peternakan semisal dalam pengadaan ternak sangat diharapkan petani organik.
"Karena idealnya, ada tanaman organik disitu mestinya ada peternakan. Agar, kotoran ternak yang merupakan bahan baku vital untuk pembuatan kompos gampang diperoleh. Untuk skala besar, pengadaan kotoran itu jelas sangat sulit dan kalaupun membeli harganya lumayan mahal," ungkapnya.
Perencanaan partisipatif
Di tempat terpisah, Kasie Produksi Padi, Dinas Pertanian Kab. Tasikmalaya, Ir. Sony Prayatna mengakui kalau selama ini harapan membangun denpam area belum terealisasi. "Karena pemerintah menginginkan pembangunan itu dilakukan dengan perencanaan partisipatif yang kemudian didukung pemerintah," ujarnya.
Pihaknya mendukung dicanangkannya Kab. Tasikmalaya sebagai lumbung padi organik terbesar di Jawa Barat 2010. Pihaknya juga mengaku sering melakukan sosialisasi pembelajaran tanaman ramah lingkungan dengan harapan untuk tahun 2005 ini, target minimal 300 ha lahan sawah berpindah mengelola tanaman padi organik.
Ia berjanji akan melakukan koordinasi dengan dinas peternakan maupun perkebunan untuk mengembangkan budidaya itu. "Kami akan minta sebagian program dinas peternakan maupun dinas kehutanan dan perkebunan mendukung berjalannya pertanian organik. Bisa saja, selain mendatangkan ternak untuk petani, dinas kehutanan juga bisa menanam tanaman karikilia sebagai bahan pupuk organik," katanya
Sukses Menjadi Konsultan Kesehatan Bersama Farida Ningsih Seorang Leader Melilea Konsultan Call: 021-73888872
Bisnis Organik Konsultasi Kesehatan Tips Hidup Sehat Melilea
Minggu, 30 September 2007
Prospek Pertanian Organik di Indonesia
Prospek Pertanian Organik di Indonesia
(adm/04 Jul 2002)
Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan �Back to Nature� telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.
Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.
Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.
Peluang Pertanian Organik di Indonesia
Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.
Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea.
Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain: 1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.
Areal tanam pertanian organik, Australia dan Oceania mempunyai lahan terluas yaitu sekitar 7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara masing-masing sekitar 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar. Areal tanam komoditas pertanian organik di Asia dan Afrika masih relatif rendah yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta hektar (Tabel 1). Sayuran, kopi dan teh mendominasi pasar produk pertanian organik internasional di samping produk peternakan.
Tabel 1. Areal tanam pertanian organik masing-masing wilayah di dunia, 2002
No. Wilayah Areal Tanam (juta ha)
1. Australia dan Oceania 7,70
2. Eropa 4,20
3. Amerika Latin 3,70
4. Amerika Utar 1,30
5. Asia 0,09
6. Afrika 0,06
Sumber: IFOAM, 2002; PC-TAS, 2002.
Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain.
Pengembangan selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi Indonesia tidak memiliki merek dagang.
Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.
Pertanian Organik Modern
Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.
Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.
Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:
a) Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.
b) Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.
Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan, (Tabel 2). Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.
Tabel 2. Komoditas yang layak dikembangkan dengan sistem pertanian organik
No. Kategori Komoditi
1. Tanaman Pangan Padi
2. Hortikultura Sayuran: brokoli, kubis merah, petsai, caisin, cho putih, kubis tunas, bayam daun, labu siyam, oyong dan baligo. Buah: nangka, durian, salak, mangga, jeruk dan manggis.
3. Perkebunan Kelapa, pala, jambu mete, cengkeh, lada, vanili dan kopi.
4. Rempah dan obat Jahe, kunyit, temulawak, dan temu-temuan lainnya.
5. Peternakan Susu, telur dan daging
Sukses Menjadi Konsultan Kesehatan Bersama Farida Ningsih Seorang Leader Melilea Konsultan Call: 021-73888872
Bisnis Organik Konsultasi Kesehatan Tips Hidup Sehat Melilea
(adm/04 Jul 2002)
Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan �Back to Nature� telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.
Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.
Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.
Peluang Pertanian Organik di Indonesia
Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.
Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea.
Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain: 1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.
Areal tanam pertanian organik, Australia dan Oceania mempunyai lahan terluas yaitu sekitar 7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara masing-masing sekitar 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar. Areal tanam komoditas pertanian organik di Asia dan Afrika masih relatif rendah yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta hektar (Tabel 1). Sayuran, kopi dan teh mendominasi pasar produk pertanian organik internasional di samping produk peternakan.
Tabel 1. Areal tanam pertanian organik masing-masing wilayah di dunia, 2002
No. Wilayah Areal Tanam (juta ha)
1. Australia dan Oceania 7,70
2. Eropa 4,20
3. Amerika Latin 3,70
4. Amerika Utar 1,30
5. Asia 0,09
6. Afrika 0,06
Sumber: IFOAM, 2002; PC-TAS, 2002.
Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain.
Pengembangan selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi Indonesia tidak memiliki merek dagang.
Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.
Pertanian Organik Modern
Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.
Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.
Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:
a) Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.
b) Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.
Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan, (Tabel 2). Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.
Tabel 2. Komoditas yang layak dikembangkan dengan sistem pertanian organik
No. Kategori Komoditi
1. Tanaman Pangan Padi
2. Hortikultura Sayuran: brokoli, kubis merah, petsai, caisin, cho putih, kubis tunas, bayam daun, labu siyam, oyong dan baligo. Buah: nangka, durian, salak, mangga, jeruk dan manggis.
3. Perkebunan Kelapa, pala, jambu mete, cengkeh, lada, vanili dan kopi.
4. Rempah dan obat Jahe, kunyit, temulawak, dan temu-temuan lainnya.
5. Peternakan Susu, telur dan daging
Sukses Menjadi Konsultan Kesehatan Bersama Farida Ningsih Seorang Leader Melilea Konsultan Call: 021-73888872
Bisnis Organik Konsultasi Kesehatan Tips Hidup Sehat Melilea
Label:
artikel kesehatan,
GFO,
Makanan Organik,
Melilea,
susu kedelai,
tips sehat
Hasilnya Lebih Banyak Harga Berasnya Mahal
Hasilnya Lebih Banyak Harga Berasnya Mahal
Dicanangkan Gerakan Pemupukan Organik
TASIKMALAYA, (PR).-
Kondisi kesuburan tanah di Jabar akhir-akhir ini cenderung menurun akibat kurangnya masukan bahan organik. Salah satu indikatornya bisa dilihat dari kandungan bahan organik pada tanah saat ini rata-rata di bawah 3%. Guna mengatasi hal tersebut, di antaranya dapat dilakukan melalui gerakan pemupukan tanaman organik. Berbagai praktik pertanian organik melalui pola Pembelajaran Ekologi Tanah (PET) dan System Of Rice Instensification (SRI) membuktikan selain bisa meningkatkan produksi padi, sekaligus memperbaiki keseimbangan ekologi tanah.
GUBERNUR Jabar H. Danny Setiawan (keempat dari kanan) bersama Bupati Tasikmalaya H. Tatang Farhanul Hakim serta dinas terkait, Senin (3/1), melakukan panen padi percontohan pupuk organik di lahan sawah Kelompok Tani Gajawong Desa Pamoyanan Kec. Kadipaten Kab. Tasikmalaya. Panen ini sekaligus juga pencanangan gerakan pemupukan organik tanaman padi di Jabar.*YOESOEF ADJI/"PR"
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jabar Dr. Ir. H. Entang Ruchijat MPPPM, pada acara Panen dan Pencanangan Gerakan Pemupukan Organik (GPO) di Jabar, Senin (3/1) di Desa Pamoyanan Kec. Kadipaten Kab. Tasikmalaya. Pencanangan GPO dilakukan Gubenur Jabar H. Danny Setiawan, dihadapan ribuan petani perwakilan dari beberapa daerah di Jabar. Tampak hadir pada acara tersebut Ketua DPRD Jabar H. M. Ruslan, Ketua KTNA Jabar H. Oo Sutisna, Bupati Tasikmalaya H. Tatang Farhanul Hakim beserta unsur muspida Kab. Tasikmalaya dan dinas instansi terkait.
Gubernur mengungkapkan Pemprov Jabar bertekad mempertahankan keberadaan Jabar sebagai salah satu lumbung padi terbesar di Indonesia. Jabar selama ini mampu memberikan kontribusi terhadap pencapaian produksi padi nasional rata-rata mencapai 18% pertahun. Selain itu, Jabar juga memiliki lahan sawah cukup luas, lebih dari 934.000 ha. Berdasarkan angka ramalan III Badan Pusat Statistik, lanjut Gubernur, produksi padi Jabar tahun 2004 diperhitungkan mencapai 9,42 juta ton gabah kering giling (GKG). Pada tahun 2005 ini diharapkan produksi dapat ditingkatkan lagi menjadi lebih besar, melalui upaya peningkatan produktivitas usaha tani padi. "Merealisasikannya Jabar menghadapi tantangan cukup berat, yaitu meningkatnya alih fungsi lahan sawah dan tingginya laju pertumbuhan penduduk. Jadi kuncinya harus mampu meningkatkan produktivitas melalui pola intensifikasi," ujarnya.
Beri harapan
Sementara Bupati Tasik dalam sambutannya mengungkapkan hingga akhir November 2004, jumlah petani di Kab. Tasik yang telah mengikuti PET dan SRI dengan menggunakan dana APBD II dan swadaya sudah mencapai 933 orang. Hasilnya saat ini telah berkembang areal pertanaman padi sawah organik menggunakan pola SRI seluas 122 ha. "Luas areal ini diharapkan akan terus berkembang. Apalagi melihat hasilnya tidak kalah dengan dengan sistem budidaya pada konvensional," ungkapnya. Hasil panen pemupukan anorgnik biasanya menghasilkan 5 - 6 ton, sedangkan dengan sistem pertanian organik, di beberapa tempat mampu menghasilkan sampai 9 ton.
Lebih lanjut diungkapkan selain ditinjau dari aspek agronomis, ternyata dari sisi ekonomis cukup memberikan harapan menggembirakan. Pasalnya budi daya SRI ini ternyata mampu mengangkat tanaman padi menjadi komoditas pertanian yang berdimensi nilai ekonomis. Contohnya harga beras hasil panennya bisa mencapai Rp 4.000,00/kg. "Jadi tidak heran bila petani di Kab. Tasik banyak yang berminat dan ingin belajar dan menerapkan SRI ini," ujarnya.
Bantuan
Pada kesempatan itu Gubernur menyerahkan berbagai bantuan bagi para petani dan peternak dari berbagai daerah di Jabar guna mengantisipasi dampak anomali iklim dan serangan OPT pada Tahun 2005 di 16 kabupaten se-Jabar. Bantuan yang diserahkan secara simbolis itu meliputi, bantuan benih padi 175 ton, 285 boks tiran (bahan pengendalian tikus) bagi 25 kabupaten/kota di Jabar. Bibit buah-buahan sebanyak 2.425 batang, bibit tanaman perkebunan terdiri dari 14 macam sebanyak 1.722.500 pohon. Sedangkan hewan ternak berupa sapi potong sebanyak 100 ekor bagi Kab. Tasikmalaya, domba 120 ekor bagi kelompok ternak di Kab. Sukabumi dan benih ikan bagi perairan umum kota/kabupaten di Jabar sesuai perencanaan tahun 2005 sekira 3 juta ekor
Sukses Menjadi Konsultan Kesehatan Bersama Farida Ningsih Seorang Leader Melilea Konsultan Call: 021-73888872
Bisnis Organik Konsultasi Kesehatan Tips Hidup Sehat Melilea
Dicanangkan Gerakan Pemupukan Organik
TASIKMALAYA, (PR).-
Kondisi kesuburan tanah di Jabar akhir-akhir ini cenderung menurun akibat kurangnya masukan bahan organik. Salah satu indikatornya bisa dilihat dari kandungan bahan organik pada tanah saat ini rata-rata di bawah 3%. Guna mengatasi hal tersebut, di antaranya dapat dilakukan melalui gerakan pemupukan tanaman organik. Berbagai praktik pertanian organik melalui pola Pembelajaran Ekologi Tanah (PET) dan System Of Rice Instensification (SRI) membuktikan selain bisa meningkatkan produksi padi, sekaligus memperbaiki keseimbangan ekologi tanah.
GUBERNUR Jabar H. Danny Setiawan (keempat dari kanan) bersama Bupati Tasikmalaya H. Tatang Farhanul Hakim serta dinas terkait, Senin (3/1), melakukan panen padi percontohan pupuk organik di lahan sawah Kelompok Tani Gajawong Desa Pamoyanan Kec. Kadipaten Kab. Tasikmalaya. Panen ini sekaligus juga pencanangan gerakan pemupukan organik tanaman padi di Jabar.*YOESOEF ADJI/"PR"
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jabar Dr. Ir. H. Entang Ruchijat MPPPM, pada acara Panen dan Pencanangan Gerakan Pemupukan Organik (GPO) di Jabar, Senin (3/1) di Desa Pamoyanan Kec. Kadipaten Kab. Tasikmalaya. Pencanangan GPO dilakukan Gubenur Jabar H. Danny Setiawan, dihadapan ribuan petani perwakilan dari beberapa daerah di Jabar. Tampak hadir pada acara tersebut Ketua DPRD Jabar H. M. Ruslan, Ketua KTNA Jabar H. Oo Sutisna, Bupati Tasikmalaya H. Tatang Farhanul Hakim beserta unsur muspida Kab. Tasikmalaya dan dinas instansi terkait.
Gubernur mengungkapkan Pemprov Jabar bertekad mempertahankan keberadaan Jabar sebagai salah satu lumbung padi terbesar di Indonesia. Jabar selama ini mampu memberikan kontribusi terhadap pencapaian produksi padi nasional rata-rata mencapai 18% pertahun. Selain itu, Jabar juga memiliki lahan sawah cukup luas, lebih dari 934.000 ha. Berdasarkan angka ramalan III Badan Pusat Statistik, lanjut Gubernur, produksi padi Jabar tahun 2004 diperhitungkan mencapai 9,42 juta ton gabah kering giling (GKG). Pada tahun 2005 ini diharapkan produksi dapat ditingkatkan lagi menjadi lebih besar, melalui upaya peningkatan produktivitas usaha tani padi. "Merealisasikannya Jabar menghadapi tantangan cukup berat, yaitu meningkatnya alih fungsi lahan sawah dan tingginya laju pertumbuhan penduduk. Jadi kuncinya harus mampu meningkatkan produktivitas melalui pola intensifikasi," ujarnya.
Beri harapan
Sementara Bupati Tasik dalam sambutannya mengungkapkan hingga akhir November 2004, jumlah petani di Kab. Tasik yang telah mengikuti PET dan SRI dengan menggunakan dana APBD II dan swadaya sudah mencapai 933 orang. Hasilnya saat ini telah berkembang areal pertanaman padi sawah organik menggunakan pola SRI seluas 122 ha. "Luas areal ini diharapkan akan terus berkembang. Apalagi melihat hasilnya tidak kalah dengan dengan sistem budidaya pada konvensional," ungkapnya. Hasil panen pemupukan anorgnik biasanya menghasilkan 5 - 6 ton, sedangkan dengan sistem pertanian organik, di beberapa tempat mampu menghasilkan sampai 9 ton.
Lebih lanjut diungkapkan selain ditinjau dari aspek agronomis, ternyata dari sisi ekonomis cukup memberikan harapan menggembirakan. Pasalnya budi daya SRI ini ternyata mampu mengangkat tanaman padi menjadi komoditas pertanian yang berdimensi nilai ekonomis. Contohnya harga beras hasil panennya bisa mencapai Rp 4.000,00/kg. "Jadi tidak heran bila petani di Kab. Tasik banyak yang berminat dan ingin belajar dan menerapkan SRI ini," ujarnya.
Bantuan
Pada kesempatan itu Gubernur menyerahkan berbagai bantuan bagi para petani dan peternak dari berbagai daerah di Jabar guna mengantisipasi dampak anomali iklim dan serangan OPT pada Tahun 2005 di 16 kabupaten se-Jabar. Bantuan yang diserahkan secara simbolis itu meliputi, bantuan benih padi 175 ton, 285 boks tiran (bahan pengendalian tikus) bagi 25 kabupaten/kota di Jabar. Bibit buah-buahan sebanyak 2.425 batang, bibit tanaman perkebunan terdiri dari 14 macam sebanyak 1.722.500 pohon. Sedangkan hewan ternak berupa sapi potong sebanyak 100 ekor bagi Kab. Tasikmalaya, domba 120 ekor bagi kelompok ternak di Kab. Sukabumi dan benih ikan bagi perairan umum kota/kabupaten di Jabar sesuai perencanaan tahun 2005 sekira 3 juta ekor
Sukses Menjadi Konsultan Kesehatan Bersama Farida Ningsih Seorang Leader Melilea Konsultan Call: 021-73888872
Bisnis Organik Konsultasi Kesehatan Tips Hidup Sehat Melilea
Label:
artikel kesehatan,
GFO,
Makanan Organik,
Melilea,
susu kedelai,
tips sehat
Langganan:
Postingan (Atom)