Kamis, 08 Mei 2008

Melawan Osteoporosis dengan Susu Kedelai

Sukses Menjadi Konsultan Kesehatan Bersama Farida Ningsih Seorang Leader Melilea Konsultan Call: 021-73888872
Bisnis Organik Konsultasi Kesehatan Tips Hidup Sehat Melilea

Melawan Osteoporosis dengan Susu Kedelai

* Susu kedelai memiliki kadar protein dan komposisi asam amino yang hampir sama dengan susu sapi. Keunggulan lain susu kedelai dibandingkan susu sapi adalah tidak mengandung kolesterol sama sekali.

Namun demikian, kandungan kolesterol pada susu sapi masih tergolong sangat rendah jika dibandingkan bahan pangan hewani lainnya. Oleh karena itu tidak perlu khawatir minum susu sapi.

Kandungan protein dalam susu kedelai dipengaruhi oleh varietas kedelai, jumlah air yang ditambahkan, jangka waktu dan kondisi penyimpanan, serta perlakuan panas. Semakin banyak jumlah air yang digunakan untuk mengencerkan susu maka akan semakin sedikit kadar protein yang diperoleh. Kadar protein dalam susu kedelai yang dibuat dengan perbandingan kedelai dan air 1:8, 1:10, dan 1:15 berturut-turut adalah 3,6 persen, 3,2 persen dan 2,4 persen.

Susu kedelai yang dibuat dengan kadar protein 3 persen mempunyai mutu gizi mendekati susu sapi. Pada anak balita, meminum dua gelas susu kedelai sudah dapat memenuhi 30 persen dari total kebutuhan proteinnya per hari.

Karena kadar asam amino lisinnya yang tinggi, susu kedelai dapat digunakan untuk meningkatkan nilai gizi protein pada nasi dan makanan serealia lainnya, yang pada umumnya rendah kadar lisinnya.

Mutu protein susu kedelai hampir sama dengan mutu protein susu sapi. Protein eficiency ratio (PER) susu kedelai adalah 2,3 sedangkan PER susu sapi adalah 2,5. PER 2,3 artinya setiap gram protein yang dimakan akan menghasilkan pertambahan berat badan sebesar 2,3 gram. Dengan demikian, semakin tinggi nilai PER mencerminkan semakin baik mutu protein tersebut.

Secara umum susu kedelai mengandung vitamin B1, B2 dan niasin dalam jumlah yang setara dengan susu sapi atau ASI, serta mengandung vitamin E dan K dalam jumlah yang cukup banyak.

Namun, susu kedelai tidak mengandung vitamin B12 dan kandungan mineralnya terutama kalsium lebih sedikit, ketimbang susu sapi. Oleh karena itu, dianjurkan untuk melakukan fortifikasi (penambahan) vitamin dan mineral pada susu kedelai untuk mensejajarkan kualitasnya dengan susu sapi.

Hal ini biasanya sudah dilakukan pada susu kedelai yang diproduksi oleh industri besar, tetapi tentu saja tidak dilakukan pada susu kedelai hasil industri rumah tangga.

Menghambat Osteoporosis

* Osteoporosis atau keropos tulang dapat terjadi pada pria maupun wanita. Namun wanita mempunyai peluang untuk mengalaminya empat kali lebih besar dibandingkan pria, khususnya bagi mereka yang telah mengalami menopause (menurunnya produksi hormon estrogen).

Pria yang telah mengalami andropause (menurunnya hormon androgen) juga sangat rentan terhadap osteoporosis.

Hormon estrogen antara lain mempunyai fungsi untuk membantu penyerapan kalsium dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Apabila kadar hormon ini di dalam tubuh berkurang, maka jumlah kalsium yang dapat diserap dan disimpan pada tulang menjadi sangat berkurang. Di lain pihak, kebutuhan tubuh akan kalsium untuk berbagai aktivitas tetap setiap harinya.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, terpaksa cadangan kalsium yang ada dalam tulang diambil sedikit demi sedikit. Akibatnya perlahan tetapi pasti, cadangan kalsium akan terus menipis sehingga massa tulang akan berkurang, rapuh dan mudah patah.

Dewasa ini masalah menopause dapat ditunda dengan terapi hormon estrogen (estrogen replacement therapy), yang juga diharapkan dapat menghambat laju osteoporosis. Yang terutama dianjurkan melakukan terapi hormon estrogen, adalah mereka yang berhenti menstruasi sebelum usia 40 tahun, atau mereka yang menderita osteoporosis pada usia muda.

Sayangnya hormon estrogen ini dapat menimbulkan efek samping, seperti: sakit kepala, perubahan perasaan mendadak, merasa depresi dan ingin muntah. Dampak negatif lain, yang dapat ditimbulkan, adalah kanker payudara dan kanker rahim, terutama bagi mereka yang mempunyai bakat untuk terserang kedua kanker tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurses Health Study menunjukkan, bahwa wanita yang menjalani terapi hormon selama lima tahun atau lebih, kemungkinannya untuk terkena kanker payudara adalah 30-70 persen dibanding mereka yang tidak melakukan terapi.

Karena terapi hormon estrogen bisa berdampak negatif, maka beberapa ahli dewasa ini mulai mencari bahan pengganti estrogen yang aman untuk menghambat laju osteoporosis.

Salah satu bahan pangan, yang saat ini menjadi pusat perhatian dalam hubungannya dengan osteoporosis, adalah kedelai. Hal ini disebabkan pada kedelai terdapat senyawa alami mirip estrogen, yaitu yang disebut fitoestrogen. Fitoestrogen telah terbukti mampu menghambat osteoporosis.

Barangkali, karena senyawa inilah, yang menyebabkan mengapa wanita Jepang yang gemar makan produk olahan kedelai (seperti tahu, natto, susu kedelai, dll) usia menopausenya tinggi dan jarang mengalami keluhan pascamenopause.

Di Indonesia masalah menopause dan osteoporosis sudah waktunya untuk mendapatkan perhatian yang serius, karena pada tahun 2010 nanti jumlah wanita menopause di Indonesia diperkirakan akan mencapai 35 juta orang.

Walupun sampai saat ini, belum ada data mengenai kandungan fitoestrogen pada produk-produk olahan kedelai di Indonesia, tetapi kenyataan di Jepang tersebut dapat dijadikan petunjuk tentang manfaat kacang kedelai untuk kesehatan. Oleh karena itu, tidak ada salahnya, kalau budaya makan tempe, tahu, dan susu kedelai lebih digalakkan lagi di Indonesia.

sumber: kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog