Selasa, 18 September 2007

Diabetes kendalikan Faktor Resiko

Diabetes, Kuncinya Kendalikan Faktor Risiko

Jakarta, Kompas


Kirim Teman | Print Artikel

Begitu seseorang divonis menderita diabetes, itu berarti sudah saatnya ada titik balik perubahan gaya hidupnya.

Pengendalian faktor risiko merupakan kunci utama. Tanpa perbaikan pola hidup diimbangi dengan pengobatan, berbagai komplikasi penyakit lain akan mengancam.

Menurut survei Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes melitus dengan prevalensi 8,6 persen dari total penduduk. Di atasnya adalah India, China, dan Amerika Serikat.

Diabetes (kencing manis) adalah penyakit di mana tubuh penderitanya tidak bisa mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Jadi penderita mengalami gangguan metabolisme dari distribusi gula oleh tubuh sehingga tubuh tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tidak mampu menggunakan insulin secara efektif. Akibatnya, terjadi kelebihan gula di dalam darah sehingga menjadi racun bagi tubuh. Sebagian glukosa yang tertahan dalam darah tersebut melimpah ke sistem urine.

Gangguan insulin berakibat pada berlebihannya kadar lemak di pembuluh darah dan berisiko tinggi menimbulkan kecacatan karena bagian tubuh yang luka mudah terinfeksi. Diabetes juga bisa menimbulkan pengerasan pembuluh darah arteri serta memunculkan komplikasi penyakit lain seperti jantung koroner, stroke dan gagal ginjal.

Selama ini dikenal ada dua jenis diabetes dengan perbedaan menyolok, yakni diabetes tipe I yang tergantung sepenuhnya pada insulin, dan diabetes tipe II yang masih bisa dibantu dengan obat-obatan lain. Tipe II mencakup 90 persen dari seluruh kasus diabetes dan umumnya penderita kelebihan berat badan (obesitas).

Penderita diabetes tipe I mengalami gejala antara lain, sering buang air kecil, terus lapar dan haus, berat badan turun, kelelahan, penglihatan kabur, infeksi pada kulit yang berulang, meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni. Diabetes jenis ini cenderung terjadi pada mereka yang berusia di bawah 20 tahun. Gejala ini mirip dengan tahap awal diabetes tipe II yang biasanya terjadi pada usia di atas 40 tahun, tetapi kini prevalensinya makin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja.

Menurut Dr Sidartawan Soegondo SpPD KE, dari Pusat Diabetes Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, biasanya penderita tidak menyadari datangnya ancaman penyakit itu saat mengalami gejala pre-diabetes, yakni kondisi pendahuluan dari munculnya diabetes tipe II. Ini lantaran penderita belum mengalami gejala fisik diabetes, tetapi kadar gula darah puasa dalam tubuhnya sudah di atas normal.

Maka, kita perlu mewaspadai gejala lain yang khas dijumpai pada penderita diabetes, yakni air seni penderita akan dikerubungi semut jika glukosa darah sudah tumbuh ke saluran urine, kata Dr Sidartawan.

Gejala lain yang timbul pada penderita, antara lain penglihatan kabur hingga mengakibatkan kebutaan, luka yang lama sembuh, kaki terasa kebas, geli atau merasa terbakar, infeksi jamur pada saluran reproduksi perempuan, dan impotensi pada pria.

Jika gejala diabetes itu tidak cepat diatasi, kemungkinan gangguan fisik yang diderita pasien akan makin parah. Dengan munculnya gejala itu, penyakit ini sebenarnya sudah berada pada stadium lanjut. Karena diabetes sudah berkembang sejak lama, sekitar 12 tahun, sebelum sempat menunjukkan gejala-gejala yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium.

Menurut catatan WHO, diperkirakan lebih dari 50 persen pengidap diabetes tipe II tidak terdiagnosis. Mereka umumnya baru ketahuan saat berobat untuk penyakit lain. Ini mengakibatkan komplikasi diabetes serius yang antara lain ditandai hilangnya kesadaran, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, gangguan ketajaman penglihatan sampai buta, kerusakan jaringan (gangren) sehingga harus diamputasi agar tidak menjalar ke jaringan lain.

Perubahan gaya hidup

* Tingginya angka kasus diabetes terutama dipicu pergeseran gaya hidup masyarakat di era globalisasi ini, khususnya yang bermukim di kawasan perkotaan di berbagai negara di Asia.

Menurut buku Diabetes (2004), salah satu aspek paling menonjol adalah tingginya konsumsi makanan gaya barat.

Komersialisasi yang canggih dari jaringan cepat saji alat Barat menarik minat konsumen, terutama remaja dan anak-anak, serta paling nikmat bila dibarengi dengan minuman ringan yang kadar gulanya tinggi.

Perubahan gaya hidup ini juga membuat banyak orang minim gerak lantaran tinggal di dalam ruangan. Banyak anak lebih suka duduk di depan televisi dan komputer daripada menghabiskan waktu di luar rumah. Padatnya kesibukan kerja dan tingginya pemakaian kendaraan pribadi mengakibatkan orang dewasa kian minim gerak dan malas berolahraga.

Ada beberapa faktor yang mempertinggi risiko diabetes, antara lain kelainan genetika di mana penyakit ini menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes karena kelainan gen, stres kronis yang membuat seseorang mencari makanan berasa manis dan mengandung kadar lemak tinggi.

Diabetes juga sering muncul setelah seseorang memasuki usia di atas 40 tahun, terutama pada mereka yang kelebihan berat badan sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin.

Pola makan yang salah juga meningkatkan risiko terkena diabetes. Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas, sedangkan obesitas (gemuk berlebihan) mengakibatkan gangguan kerja insulin. Kurang gizi dapat terjadi pada janin lantaran ibunya merokok atau mengonsumsi alkohol, masa anak-anak, dan pada usia dewasa akibat diet ketat berlebihan.

Sedia payung

* Karena diabetes sulit disembuhkan sepenuhnya, tindakan pencegahan sangat penting dilakukan.

Caranya antara lain, menurunkan berat badan jika kegemukan, berolahraga, dan mengonsumsi gula sesedikit mungkin. Melewati usia 40 tahun, pemeriksaan kadar gula urine perlu dilakukan berkala, minimal setiap tahun, terutama bila ada penderita diabetes dalam riwayat keluarga.

Bagi penderita diabetes, konsultasi secara berkala dengan dokter perlu dilakukan diimbangi dengan disiplin dalam menjalani pengobatan, baik dengan mengonsumsi obat maupun suntik insulin. Sekalipun tidak dapat sepenuhnya mencegah atau menyembuhkan penyakit, setidaknya hal itu dapat menghambat perkembangan negatifnya agar tidak makin parah. Tanpa disadari, penyakit ini jadi lebih gawat karena penderita merasa sudah sembuh dan kembali ke pola makan lama.

Untuk mengendalikan diabetes agar tidak sampai terjadi komplikasi penyakit memang dituntut kepatuhan dari pasien dalam menjalani pengobatan maupun terapi nutrisi. Diet rendah gula sesuai anjuran dokter atau ahli gizi merupakan langkah awal untuk mengendalikan diabetes. Terapi nutrisi ini harus dapat memenuhi kebutuhan gula tubuh, tetapi tidak boleh berlebihan, dan memilih karbohidrat yang aman.

Olahraga juga dapat secara efektif mengontrol diabetes, antara lain dengan melakukan senam khusus diabetes, berjalan kaki, bersepeda, dan berenang. Diet dipadu dengan olahraga merupakan cara efektif mengurangi berat badan, menurunkan kadar gula darah, dan mengurangi stres.

Latihan teratur dapat menurunkan tekanan darah, kolesterol, dan risiko terkena serangan jantung, serta memacu pengaktifan produksi insulin dan membuatnya bekerja lebih efisien.

Sidartawan mengungkapkan, idealnya penanganan diabetes dilakukan terpadu, melibatkan dokter ahli metabolik-endokrin, ahli gizi, petugas laboratorium dan perawat yang diberi keterampilan merawat diabetes serta melakukan edukasi. Pusat pelayanan diabetes perlu dilengkapi dengan obat-obatan standar.

Karena diabetes memiliki beberapa komplikasi penyakit, maka penanganannya tidak bisa dilakukan secara terpisah, ujarnya menegaskan. ( Evy Rachmawati )

Sukses Menjadi Konsultan Kesehatan Bersama Farida Ningsih Seorang Leader Melilea Konsultan Call: 021-73888872
Bisnis Organik Konsultasi Kesehatan Tips Hidup Sehat Melilea

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog